Inilah review film yang super telat akhirnya tayang di blog. Sebelum terlalu #basi saya mau sharing pengalaman nonton film seru satu ini. Berawal dari kegelisahan membaca isu kontroversi dua garis biru di sosial media menggiring rasa penasaran saya. Memangnya seheboh apa sih Film Dua Garis Biru?

Film yang disangka mempromosikan seks bebas tersebut ternyata bisa menarik 2,5 juta penonton. Kok bisa? Terhitung dalam satu bulan penayangan masuk peringkat ke 2 jajaran film di Indonesia untuk jumlah penonton terbanyak setelah Dilan 1991. *Thumbs up*
Berdasarkan situs berita hiburan salah satu faktor pencetus kesuksesan Film Dua Garis Biru karena tema yang tak biasa dan relatable dengan latar kehidupan remaja saat ini.
Kesan Setelah Nonton Film Dua Garis Biru
Pada Hari Minggu 27 Juli saya beranikan diri (baca: nekat) titipin anak-anak ke Bude dan adik saya yang kebetulan lagi main ke rumah. Saya cuzz pesan Gojek buat nonton film Dua Garis Biru sendirian demi rasa penasaran yang tertuntaskan.
Setelah saya tonton sampai habis.. Komentarnya cuma bengong, speechless, mewek sepanjang film. Wow.. Perasaan saya seperti habis naik Ontang Anting, diangkat, naik, turun, diputar, dibolak balik, sampai puyeng. Gemas. Konfliknya kompleks, dilematis, apalagi kalau dirasakan dari sudut pandang seorang ibu.

Filmnya memang sebagus itu! *lap ingus* *acung dua jempol* Selamat buat Mbak Gina S. Noer sutradara sekaligus penulis skenario film ini. Filmnya keren, Mbak...
Bukan main-main lho, butuh waktu 9 tahun lamanya untuk sang sutradara Gina S. Noer mematangkan konsep Film Dua Garis Biru. Setelah pengendapan materi bertahun-tahun, sampai ada fase penghayatan peran sebagai orangtua setelah Gina hamil, melahirkan merasakan menjadi seorang ibu. Maka dari itu semua isi cerita di film terasa matang.
Intisari Film Dua Garis Biru
Mungkin banyak blogger yang nggak tahan kasih spoiler Film Dua Garis Biru, karena pengin membahas sedetail itu. Untuk kamu yang mau spoiler sekaligus review asik bisa lihat di blog nya Annisast sama Grace Melia. Bahasan mereka keren menurutku.
Film ini berawal dari Dara (Zara JKT 48) dan Bima (Angga Yunanda), dua pasang sejoli SMA yang duduk sebangku. Sebagai pasangan yang terkenal di sekolahan, saking hebohnya banyak teman-teman yang menjuluki mereka "suami-istri". Suatu hari Bima dan Dara main ke rumah Dara yang kebetulan pada saat itu kedua orangtua Dara sedang tidak di rumah.
Dara dan Bima bercanda, bermain, saling kejar sampai terjadi kekhilafan di antara mereka. Setelah kejadian, mereka berdua berjanji untuk merahasiakannya.

Sampai kemudian Dara menyadari belum datang bulan, dengan perasaan ragu dan takut dia membeli testpack. Hasilnya positif. Sejak muncul dua garis tersebut kehidupan remaja mereka nggak pernah lagi sama. Drama demi drama terjadi di kehidupan mereka.
Puncaknya ketika kehamilan Dara diketahui orang tuanya dan pihak sekolah mengeluarkan Dara dari sekolah.
Bagai petir di siang bolong, kedua orang tua Dara dan Bima seolah tak percaya. Mereka saling menyalahkan. Menyalahkan diri mereka sendiri selain perilaku anak mereka. Detik demi detik adegan di scene ini membuat dada bergetar yang sekaligus klimaks dari keseluruhan isi film. Adu aktingnya Lulu Tobing, Cut Mini, Dwi Sasono bikin bulu kuduk merinding.
Pukulan telak untuk dua keluarga Bima dan Dara, yang memiliki latar belakang yang berbeda. Keluarga Dara berasal dari kalangan menengah ke atas sementara Bima dari kalangan yang sangat sederhana.
Sementara itu Dara dididik ibunya yang ingin Dara sekolah setinggi mungkin dan menggapai karirnya. Tidak jauh dari profil ibu Dara yang sukses sebagai wanita karir. Kehamilan Dara menghancurkan impian ibunya. Ia merasa gagal jadi ibu.
Bima lain lagi, dia berasal dari keluarga cukup religius dengan ayah seorang pensiunan dan ibunya seorang penjual gado-gado. Tempat tinggal mereka di gang sempit sesak penduduk.
Drama kehamilan Dara berlanjut sampai pada keputusan Dara meneruskan kehamilannya. Karena rasa cintanya yang besar Bima menikahi dan mau bertanggung jawab. Dalam posisi serba sulit, mereka pun mengikat janji sehidup semati.
Ending cerita masih panjang, konflik demi konflik antara keluarga Bima dan Dara hampir keseluruhan jalannya film. Cerita baru selesai saat Dara memutuskan mengejar mimpinya ke Korea meninggalkan Bima dan bayi mungil mereka.
Sekilas Parenting dalam Film Dua Garis Biru
Dari Film Dua Garis Biru saya menemukan beberapa hal penting:
- Tentang toxic masculinity, bahwa laki-laki harus kuat dan tidak boleh menangis.
- Gaya pengasuhan orangtua Dara yang cenderung otoritatif. Terlihat dari dominasi ibu Dara yang selalu menginginkan Dara sesuai kemauannya. Meledak-ledak saat marah, dan tidak mau membuka ruang diskusi.
- Gaya pengasuhan orangtua Bima, cenderung demokratis dan religius. Namun tidak menjadikan Bima sebagai anak yang 'baik'.
Pertanyaan besarnya adalah, kok bisa dari kedua orangtua baik-baik saja anak bisa terjerumus pergaulan bebas?
Dalam hal kedekatan hubungan antara orangtua dan anak tidak hanya dilihat sebatas berada dalam satu atap yang sama. Tapi lebih jauh dari itu bahwa kualitas hubungan orangtua dan anak bukan sekedar faktor kedekatan secara fisik semata.
Kadang ada kejadian satu rumah tapi berjauhan secara hati. Tidak ada komunikasi yang berkualitas. Tidak ada berbicara dari hati ke hati antara perasaan orangtua bertemu dengan perasaan anak.
Percakapan yang terjalin hanya sekedar ritual atau rutinitas, sudah makan? sudah mengerjakan PR? Jangan lupa sholat, misalnya.
Sebaiknya orang tua dan anak memiliki hubungan yang lebih berkualitas termasuk menasihati anak dalam rambu-rambu pergaulan dengan teman lawan jenis. Batasan dalam berteman, dan lain sebagainya.
Sampai akhirnya di Film Dua Garis Biru baru menyadari pentingnya komunikasi antara ibu dan anak saat adegan Bima dan Ibu di ruang tamu. Saat itu ibu Bima memasukkan pesanan kue-kue ke dalam dus-dus. Kemudian Bima menghampiri dan duduk di lantai, sementara ibunya duduk di kursi.
Terjadi percakapan ibu anak seperti di bawah ini.

Semenjak saat itu, mereka berjanji lebih baik lagi berkomunikasi satu sama lain.
Itu poinnya! JLEB MOMENT...
Lagi-lagi orang tua perlu memperbaiki juga melatih cara BERKOMUNIKASI ke anak.
Apa saja yang perlu didiskusikan dengan para remaja?
Bahan obrolan dengan anak remaja, bisa dilakukan sambil santai misalnya di bawah ini :
- Ingatkan anak-anak untuk takut ke Yang Maha Kuasa. Bahwa ada malaikat yang selalu mencatat amal-amal kita. Bila hal ini sudah tertanam dalam dirinya, dia akan selalu sadar walau sedang berduaan sebenarnya tidak. Ada yang selalu mengawasi mereka.
- Jelaskan ciri-ciri tanda menjadi dewasa bagi anak-anak yaitu saat anak perempuan haid dan laki-laki mimpi basah. Beri pengertian diri mereka bahwa mereka sudah bertanggung jawab atas dirinya.
- Selalu penuhi bejana cinta kasih ke anak-anak. Katakan setiap hari kalau ayah-ibu menyayangi mereka lebih dari apapun. Sehingga mereka tidak akan mencari cinta yang lebih dari cinta orang tua.
- Ajak mereka mengajak mengungkapkan cita-cita mereka. Ingin jadi apa, ingin melakukan apa, dan dorong untuk fokus mewujudkan mimpinya tersebut. Jangan lupa dampingi anak, alih-alih mengatur. Biar anak yang menentukan.
- Orangtua tidak bisa menahan hasrat libido para anak remaja. Karena itu hal yang wajar. Yang bisa kita lakukan adalah MENGALIHKAN fokus mereka ke hal-hal yang bersifat produktif, kreatif, religius dan sportif. Seperti mengikutkan ke les atau komunitas remaja positif.
Dari sebuah kisah Dara dan Bima "Dua Garis Biru" kita bisa belajar banyak yang bisa kita ambil. Pertama pentingnya komunikasi yang berkualitas. Kedua tentang pentingnya pendidikan seksual di keluarga..
Terima kasih sudah menyimak postingan ini sampai akhir.
Have a good day,
Mameh 😉